Wednesday, November 30, 2011

Pelaku Korupsi PNS Banyak Berusia Muda

Pelaku korupsi di kalangan PNS (Pegawai Negeri Sipil), tidak memandang umur. Pasalnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya indikasi, banyak PNS berusia muda yang terjerat tindakan korupsi. Modusnya cukup unik. Mereka menyembunyikan uang yang didapat secara haram, lewat istri atau anak-anak.

“Sebulan saya menjabat Wakil Ketua PPATK setelah dilantik presiden, saya sangat prihatin dengan adanya anak-anak muda usia 28 sampai 38 tahun yang terindikasi korupsi,” ungkap Wakil Ketua PPATK Agus Santoso seusai Seminar Nasional PPATK di Hotel Mercure, Gajah Mada, Jakarta, Selasa (29/11).

“Anak-anak muda ini bersama istri-istrinya secara aktif mencoba menyamarkan dan menyembunyikan harta yang didapat secara haram tersebut,” imbuh mantan Ketua Ikatan Pegawai Bank Indonesia ini.

Dijelaskan Agus, modus yang diindikasikan korupsi ini dilakukan melalui beberapa cara. Di antaranya, mengalirkan dana yang diindikasikan dari penyelenggaraan negara berupa proyek fiktif, gratikasi hingga suap kepada keluarganya.

“Dana PNS hasil proyek atau sengaja dibuat fiktif dan gratifikasi serta suap bahkan perjalanan dinas ini modusnya dengan mengalirkan dana haram ke istrinya, ibunya, ibu mertuanya dan anak-anak balitanya, maka dengan UU TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) mereka akan dijerat semua,” papar Agus seperti dilansir detikfinance.

Selain itu terdapat dana perusahaan atau negara yang dikorupsi dan ‘dicuci’ dengan membeli premi baru di asuransi. “Dengan top up premi tunggal polis asuransi jiwa per anak, misalkan Rp 2 miliar maka dia bisa meraup bunga ratusan juta,” tuturnya. “Bayi dan balita anak mereka dijadikan sarana pencucian uang. Bila UU Korupsi hanya menjerat si pelaku, maka UU TPPU menjerat semua yang kecipratan aliran dana,” imbuhnya.

Lebih jauh Agus mengatakan, seluruh indikasi tersebut telah dilaporkan PPATK kepada pihak yang berwenang. Selain itu, Agus mengusulkan melalui PPATK kepada wakil presiden supaya sebisa mungkin pengisian jab-tan eselon satu mendapat clearance PPATK dalam proses penilaian Tim Penilai Akhir (TPA).
“Supaya negeri ini dipimpin oleh pejabat yang bersih dari indikasi korupsi,” pungkasnya.

Secara terpisah, kalangan akademisi menilai, perilaku PNS muda yang terindikasi korupsi, akibat meniru atasannya. “Itu kepemimpinan. Kita sangat krisis kepemimnpinan sebetulnya. Para pegawai muda kepada role model di atas sudah nggak baik. Kepemimpinan dulu yang disentuh, di mana pun hampir semuanya korupsi. Mau kepemimpinan dari partai ending-endingnya korupsi, politikus, di bidang akademis juga korupsi. Hampir semuanya, sulit menemukan kepemimpinan, role model transformasional yang bisa mengubah kebiasaan yang jelek,” ujar Pakar Admi-nistrasi Negara dari Universitas Indonesia, Amy S Rahayu.

Sementara terkait laporan PPATK ini, KPK mengaku akan mempelajari terlebih dahulu. “KPK akan mempelajari dulu,” tutur Wakil Ketua KPK M Jasin.

Selain dibekali Undang-undang (UU) 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, KPK juga dibekali UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang. Dengan UU itu, KPK bisa menerapkan pembuktian terbalik.

Ketua DPR Marzuki mengaku prihatin dengan banyaknya PNS yang masih berusia muda tapi melakukan korupsi. Hal itu terjadi karena mereka adalah sisa-sisa dampak era Orde Baru yang tidak mengajarkan keteladanan. “Sangat memprihatinkan.Ya kasus-kasus semua ini kan anak muda. Itu masalah pendidikan. Pendidikan itu hanya menciptakan orang-orang kita yang cerdas secara intelektual. Ini pendidikan masa lalu, sisa pendidikan orba, tidak memberikan kecerdasan dalam bentuk emosional dan spiritual,” ujar Marzuki kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Menurut Marzuki, PNS muda yang rusak secara moral karena mereka hanya memikirkan uang. “Yang salah mereka tidak memiliki keteladanan. Ini kan proses yang sudah lama dan berkelanjutan yang kita teladani pun keteladanan dari masa lalu juga. Pemimpin sekarang pun keteladanan masa lalu juga. 35 tahun Orde Baru ini, sifatnya jangka panjang loh,” terangnya.

Marzuki mengatakan, harusnya mereka lebih banyak belajar keteladanan. Marzuki mengungkapkan, ia memilih mengajarkan kepada anak-anaknya pola pendidikan keagamaan agar melahirkan generasi muda yang sedikit lebih baik.

“Tapi tidak semuanya juga yang rusak, karena mungkin di ling-kungan keluarganya baik. Pendidikan keluarganya baik, pendidikan agamanya baik, tetapi ada juga lingkungan keluarga yang gayanya seperti OKB. Gayanya mewah, anaknya juga mewah,” jelasnya.

sumber: www.hariankomentar.com

No comments:

Post a Comment